Selain menggunakan kata-kata yang bermakna denotasi dan konotasi, penyair lisan juga menggunakan kata-kata yang bermajas. Bagi Luxemburg dkk. (1991:67) majas adalah gaya semantis yang merujuk pada makna kata, bagian kalimat, dan kalimat. Kemudian dijelaskan lagi oleh Van Luxemburg dkk. (1991:67), majas berfungsi menghubungkan dua ranah makna atau kerangka acuan yang tidak (hampir tidak) ada hubungannya dan menimbulkan makna baru.
Kemudian menurut Pradopo (2005:61-62), majas merupakan salah satu alat kepuitisan yang dapat menyebabkan puisi menjadi menarik perhatian, kesegaran, hidup, dan menimbulkan kejelasan gambaran angan. Menurut Meolioner (Badrun 2003:36) majas dibedakan tiga macam: majas perbandingan atau identitas, majas pertentangan dan majas pertautan atau kontiguitas. Majas perbandingan meliputi majas umpamaan, metafora, dan penginsanan, yang termasuk majas pertentangan adalah ironi, hiperbola dan litotes, sedangkan yang termasuk dalam majas pertautan adalah metonimia, sinekdoke, kilatan dan eufemisme. Keraf (1996:124) membagi majas atau gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat. Diantaranya, klimaks, antiklimaks, paralelisme, antitesis dan repetisi.
Majas-majas tersebut tidak dibicarakan semua. Pembicaraan ini akan dibatasi pada majas tertentu. Adapun majas yang dibicarakan adalah majas metafora dan majas repetisi. Majas metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat Keraf (1996:139). Majas repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai (1996:139).
Membaca lebih lengkap, kunjungi Daftar Isi Skripsi
Artikel Terkait (Skripsi)
No comments:
Post a Comment