Sambungan... Cerita Pendek Gadis Subuh bag 1.
”Kau adalah pangeran dalam perjalanan mimpiku, kau selalu ada untuk menemaniku, melawan terjangan maut, dan menghiburku dikala aku sedih, jika kau berkenan, ucapkanlah cinta itu untukku dengan segenap hatimu.” Itulah kata-kata yang keluar dari bibir manis itu.
Kugerakkan bibirku, aku ingin menjawab semua itu dengan cinta dan segenap hatiku, tapi masih saja terasa berat, suatu kata untuk menjawab, tak dapat kuucapkan. Dengan dayaku. kugerakkan bibirku, aku tak mau dia sedih, menunggu jawaban yang terlalu lama, tanpa harus berpikir panjang , aku sudah dapat menerima cintanya. Tapi sekarang masalahnya pada bibirku, tak dapat kugerakkan. aku kesal pada bibirku, ingin kupukul dengan kedua tanganku, tapi sama saja, kedua tanganku juga tak berfungsi.
“Bro bangun, kuliah sudah selesai” sepertinya aku kenal suara itu, yaitu suara teman sekelasku, Hendrik. Aku terbangun dari mimpiku, dan sadar bahwa semua yang aku alami tadi hanya sebuah mimpi, sekarang aku semakin gelisah tentang gadis itu.
Sepulang dari kampus aku langsung menuju kosan, menolak ajakan teman untuk menonton pertunjukan drama, yang diangkat dari kisah percintaan Romeo dan Juliet, di gedung kesenian rumentang siang. Setiba didepan kosan, tak lupa kupandang lagi taman itu, kuamati sekeliling dan mengingat-ingat kejadian yang ada di mimpiku. Keadaan taman itu membuat mimpiku seperti menjadi nyata. Hal itu membuatku semakin penasaran kepada wujut gadis yang selalu kulihat di pagi hari sebelum subuh. Aku semakin yakin gadis itu akan menjawab semua kesendirianku selama ini.
Menjelang tidur, kuletakan jam bekker tepat didekat telingaku, untuk membangunkanku tepat pukul setengah empat, sengaja kupercepat agar aku dapat melihat kemunculan gadis itu di taman. Benar, aku terbangun tepat pukul setengah empat. Dengan sigap kujauhkan selimut yang menutupi tubuhku, melawan kekuatan alam oleh rasa dingin.
Kusibak tirai jendela kamarku, memandang keluar, berharap gadis itu belum muncul di taman, dugaanku benar, dia belum ada di taman. Kuperhatikan sekeliling taman itu, melihat sesuatu yang mungkin terjadi atau keanehan lain tentang kedatangan gadis itu. Mataku berpaling memendang kearah rumah, kini ruang tengah itu sedikit bersinar oleh cahaya kuning, yang terpancar dari sebuah lampu pizar dari sudut ruangan. Mataku semakin was-was, dan terus mengamati ruangan itu.
Mataku terperanjat ketika pintu rumah itu terbuka, dan gadis itu muncul seketika itu, dengan menggenggam sapu lidi di tangan kirinya, dan beranjak menuju taman. Dengan sigap kubuka perlahan pintu kamarku, niatku untuk menemuinya sangat menggelegar, akan kubuka segala teka-teki yang selama ini menghantuiku.
Dengan sedikit takut aku melangkah menemui gadis itu. Dia tersentak kaget melihat kedatanganku. Kuulurkan tanganku dengan perlahan, kusebutkan namaku.
“Nam...a saya haris!” Dengan lembut digapainya tanganku.
“Namaku bunga!”
“Nama yang begitu indah kataku!” Lama kugenggam tangannya, kini aku yakin bahwa dia adalah seorang manusia biasa, bukan seperti yang kubayangkan selama ini. karna tangannya terasa hangat, seperti manusia wajarnya.
“Apakah kamu seorang pekerja di rumah ini?”
“Ya, aku seorang pembantu!”
“Maaf kalau boleh tanya, kenapa aku hanya melihatmu waktu subuh saja?”
Itulah hidup ris, kedua orang tuaku sudah lama meninggal, ketika subuh aku bekerja disini menyapu taman dan membersihkan rumah, jam enam pagi aku harus pergi kuliah, karna kampusku sangat jauh dari sini. Sepulang kuliah aku harus kerja di sualayan, dan pulang kesini juga tengah malam.
Suatu perjuangan yang sangat dahsyat pujiku, baru kali ini aku mendengar perjuangan seorang perempuan yang sangat luar biasa.
“Apa kamu tak pernah merasa kelelahan?”
“Aku juga manusia ris, bukan hanya merasa kelelahan tapi kadang aku kepikiran untuk berhenti kuliah.”
“Udah dulu ya ris, aku masih banyak kerjaan, bentar lagi mau berangkat kuliah.”
“Ya udah, aku pergi dulu, Thanks ya atas waktunya.”
“Eh, Ris kamu maukan jadi teman aku?” sepertinya pertanyaan itu adalah pertanyaan yang paling gampang, yang pernah ditujukan padaku.
‘Ya flower!” ucapku .
“Siapa sih yang tidak mau berteman dengan gadis sehebat kamu, cantik lagi. aku sangat bangga punya teman sepertimu.“ Ferdinaen Saragih (2008: Bandung).
Cerpen Lainnya
No comments:
Post a Comment