Friday, September 30, 2011

Cerpen Wajah yang Menikam bag 2

Sambungan Cerpen Wajah yang Menikam bag 1

***
Kujalani hidup sebagai seorang kekasih Ayin, setiap detikku bersamanya. acap kali aku kagum menerawangi kecantikannya, bagaikan sekuntum mawar, yang belum sepenuhnya mekar. Semakin hari semakin harum, semakin hari semakin indah. lalu utuh menjadi seuntai mawar yang memesona untuk selalu kunikmati, menjadikanku sebagai lelaki sejati, tanpa pernah melirik mawar-mawar lain.

Setiap malam tanpa terlewat, kami selalu bersama memandangi bulan di musim purnama. Tak dapat kupahami jika sesingkat waktu, aku telah mencintainya seutuh hatiku, hingga tak pernah terpikirkan olehku untuk pernah jauh darinya, bahkan untuk lebih dari itu.

Tidak dapat kunamakan lagi sebesar apa cintaku, karena hatiku telah tumpah-ruah untuknya. Begitu juga dengannya, dan aku sangat yakin itu, di saat pertama kali dia mempertanyakan kesukaanku padanya.

Sejak tiga hari yang lalu telah kuteguhkan, bahwa dialah kelak yang akan menemani akhir hidupku. Minggu depan kami akan dipersatukan menjadi pasangan suami istri.

Kedua orang tuaku sudah mempersiapakan segala sesuatu untuk meminangnya, malam ini. Aku juga telah siap untuk itu, karena ini hanya sebagai simbol adat saja yang harus dijalankan sebelum diadakannya acara pernikahan. lamaran ini tidak mungkin ditolak oleh orangtua Ayin, karena jauh hari kedua orang tua kami telah menyetujui hubungan ini.

Acara peminanganpun berlangsung dengan cepat. telah disepakati minggu depan acara pernikahan akan dilangsungkan. mendengar kedua orangtua kami yang berbicara ngorol-ngidul. aku mengajak Ayin keluar. kami duduk di bawah sengatan bulan beralaskan akar pohon beringin yang menjulang dari tanah.

Awalnya Ayin duduk dekat denganku, tapi setelah sebatang rokok kukeluarkan dan kuhisap perlahan, dia mulai menjauh dariku.

“kenapa menjauh yin?”

“Aku gak kuat dengan asap rokok!”

“bentar lagi dimatiin! Kamu dekat sini supaya tidak kedinginan.” rayuku.

Dengan terpaksa, dia akhirnya mau duduk disampingku, kuletakan tanganku dipundaknya, tiba-tiba aku merasakan tanganku basah oleh pundaknya. Keringatnya membasahi seluruh tubuhnya yang mungil. wajahnya berubah menjadi lebam setelah asap rokok yang kuhisap menyelusuri pipinya.

Tidak kulihat lagi kecantikan dalam dirinya, dia kembali menjadi Ayin yang dulu kukenal, sebelum malam pertemuanku dengannya, di malam jumat kliwon, ketika cintanya kugenggam dalam hatiku.

“wajah kamu kenapa yin” ucapku menyiasati.

Wajahnya dia tutup dengan kedua tangannya, dan berpaling dari hadapanku.

“Kamu kenapa yin?”

Wajahnya dia balikkan lagi, mumbuat kami saling berhadapan, wajahnya tetap tidak berubah lagi, dia sudah kembali menjadi Ayin yang dulu.

“Selama ini telah membohongimu dengan kecantikan yang palsu. Sebelum pertemuan kita malam itu, aku telah menaruh susuk di wajahku. Semuanya memang telah kuatur, karena aku tau abang selalu pulang malam hari dari tempat kerja. Tapi semuanya kulakukan karena aku sangat menginginkanmu.

“Jadi?”

Tak dapat lagi kulanjutkan kata hingga membentuk sebuah kalimat. aku langsung bergegas meninggalkannya. Aku tidak peduli lagi terhadap teriakannya, memanggil namaku, hingga kedua orang tua kami berhambur keluar.

“Aku tidak mau menikah dengannya?” Itulah kata yang kuucapkan ketika orangtuaku telah tiba di rumah.

“secepatnya bapak dan ybu membatalkan pernikahan itu.” Ucapku lagi.

“Aku tidak mencintainya, aku tidak mencintainya. Kalimat itu kuucapkan berulang-ulang hingga suaraku semakin hilang.

“Kenapa kamu berubah nak? Dulu kamu bersikeras supaya secepatnya kamu menikah dengan Ayin, kenapa sekarang kamu tidak ingin menikah dengannya?”

“Aku tidak mencintainya bu!” ucapku lagi

“Tapi tidak segampang itu nak, kamu harus menikah dengannya. Semua penduduk desa ini sudah tau, kalau minggu depan kau akan menikah dengan Ayin. bapak dan ybu telah meminangnya, menurut adat itu pantang membatalkan pernikahan, kalau sudah di pinang dengan adat. Apa kamu mau di cap tidak punya adat oleh penduduk kampung ini?”

“Persetan dengan adat!” aku langsung manuju kamar.

Aku masih memikirkan ucapan ybu, adat memang sulit untuk di langgar, apalagi penduduk di desa ini sangat memegang teguh tradisi-tradisi yang kadang tidak bisa diterima oleh akal pikiranku. semuanya sangat berat, memilih. menikahi Ayin atau membatalkan pernikahan itu.

Malam semakin larut, otakku lama berkerut, tapi belum juga dapat kuputuskan antara pilihan itu. Apakah aku bisa mencintai Ayin, apakah kami bisa bahagia kelak? Pertanyaan itu semakin menambah penatnya pikiranku.

Esok harinya Ybu terus menasehatiku, di ujung ucapannya selalu saja tentang adat, adat dan adat. Pikiranku semakin penat dibuatnya, hatiku juga sedikit risau tentang itu.

“Mau di tarok dimana muka Ayah dan Ybu, kalau kamu tak jadi menikah dengan Ayin? lebih baik ayah dan ybu minggat saja dari desa ini, karena ybu malu pada orang kampung.”

Aku tak sanggup mendengar ucapan ybu yang terakhir, jika ayah dan ybu harus minggat dari desa ini karena ulahku. dengan berat aku menyetujui pernikahan itu. Pernikahanku dengan Ayin akhirnya berlangsung.

Jujur, aku tak lagi mencintainya, karena cintaku telah hilang setelah kuketahui asal-muasal kecantikannya yang hitam. Pertanyaanku masih sama “apakah kebahagian dapat kutemukan bersamanya?” Ferdinaen Saragih : Bandung).

Cerpen Lainnya

Cerpen Wajah yang Menikam bag 1

Cerpen Wajah yang Menikam
Dia menjelma mawar, embun lalu menjadi angin. membentangi hatiku dengan kekuatan keindahan taman Surga. Kecantikan dan keanggunan yang menari-nari setiap hari, menjadikanku sebagai lelaki sejati. Namun semua itu memudar, seperti warna baju yang sering kubeli di pasar sore. Saat kuketahui asal-usul kecantikannya.

Berawal dari malam jumat kliwon yang beku, bintik-bintik hujan merayapi wajahku, membentuk suatu kesatuan-kesatuan hingga menetes perlahan-lahan menerobos malam. kebekuan malam membuat bulu romaku berdiri tegak. Jarum jam telah menunjukan pukul sepuluh malam. tanpa berpikir panjang, kupercepat langkah menuju tempat tinggalku.

Sebenarnya jarak antara rumah dan tempatku bekerja lumayan jauh, tapi aku selalu saja merasa keasikkan melewati hutan dan gundukkan persawahan yang selalu kunikmati setiap harinya, hanya saja bulan ini musim basah yang berkepanjangan, hingga aku tak terlalu perduli tentang itu semua.

Dari kejauhan, diantara lingkupan malam yang pekat. seorang wanita berlari kearahku, dia menghampiriku dan memberikan payung untukku. dia sama sekali tidak menolehku. wanita itu hanya tertunduk kearah permukaan tanah yang lembap.

Kuperhatikan dia lebih jelas lagi. aku kaget. ternyata dia adalah Ayien, seorang wanita seumuranku. Aku sangat kenal dengannya.

“Ayien” ucapku. tetapi dia terus saja tertunduk. Tubuh mungilnya dia goyang-goyang perlahan. Hal itu membuatku geli untuk melihatnya berlama-lama. Tanpa berpikir panjang, kuangkat wajahnya dengan kedua tanganku yang basah, kami pun saling berpandangan.

“Ayin” ucapku kaget. Jantungku mulai berdesir di saat rupa yang kulihat bagai bidadari yang turun dari khayangan, seperti dalam dongeng ibuku. Aku bertahan lama dalam pandangan itu. wajahnya nikmat menyerupai nasi putih berlaukkan gulai, di musim kemarau.

Gerimis menjelma hujan, namun aku masih saja terpaku. Menyaksikan tubuhnya menggigil kedinginan, dengan pandangan yang lembut memikau. kuraih payung dari genggamannya, berjalan dalam kubangan.
Dibawah pohon besar, dia menarik kedua tanganku. Dia tidak mengucapkan sepatah kata apapun, lalu dia duduk di atas pohon yang tumbang oleh angin satu minggu yang lalu.

Wajahnya berubah awan sore, dan kedua tangannya dia lipat rapat di ke dua dadanya. dapat kutebak, panas tubuhnya telah hilang keseimbangan.
Kudekati wujutnya. dia tak merasa risih, saat tubuhku kuletakkan berdampingan dengannya. tak tega melihatnya kedinginan, dengan sedikit canggung kurangkul tubuh mungilnya, tapi dia tidak merespon mengenai apa yang kulakukan dengannya.

Hujan sepertinya mulai mereda, rintik hujan sudah mulai jarang menerpa rambutku. Kucoba bangkit berdiri dan melepaskan tanganku dari pundaknya, tapi dengan sigap diraihnya kembali.

“Tunggu, apakah kau menyukaiku?” ucapnya perlahan, aku melihat suatu ketulusan yang memancar dari raut wajahnya. aku kehilangan nyawa untuk menjawabnya.

Ketika dulu aku tak pernah melihatnya sesejuk ini. Tidak dapat kubohongi bahwa malam ini aku benar-benar menyukainya.

“Mengapa kau bertanya demikian, Apakah menurutmu aku menyukaimu?” tanyaku. Wajah terlihat memerah oleh pertanyaan, yang aku sendiri pun tidak memahami, mengapa pertanyaan itu kupertanyakan padanya.

Jalanan kembali lengang, pohon malampun tak banyak berisik. Dengan sigap diraihnya payung yang ada di genggamanku, kemudian berlari menuju perkampungan, di bawah gelap malam dan rintik-rintik hujan yang sudah mulai jarang.

“Ayin, Ayin, Ayin, aku mencintaimu.” Ucapku, hingga menggema entah berapakali membentur alam. Dia berhenti, ketika kata terakhir kuucapakan, sepertinya dia menyukai sederet kata itu. Tapi dia berlari lagi.

“Aku juga mencintaimu” ucapnya dari kejauhan. Suara itu lembut mendarat di telingaku, lalu hilang di telan angin malam yang beku. Bersambung... Cerpen Wajah yang Menikam bag 2.

Cerpen Lainnya

Latar Belakang lahirnya aliran Romantik

Boleh dikatakan Descarteslah pembuka jaman klasik di Eropa (± 1650-1750), yaitu sebuah aliran yang paling digemari di jaman Renaissance. Sejarah yang dibongkar kembali, hidupkan kesukaan orang kepada seni Yunani dan Romawi, yang dicontohkannya dan merupakan keagungan zaman klasik. Akan tetapi aliran seni klasik itu menemui dekadensi, sumber-sumbernya kering dan tidak memberi jasa-kehidupan. Hal inilah yang melatarbelakangi timbulnya aliran Romantik yang menentang paham rasio, oleh karena untuk menentukan kebenaran harus pula didengar suara hati. Selain daripada itu jiwa manusia bukan saja terdiri dari pikiran, melainkan juga perasaan. Bagi kaum romantis, perasaanlah yang memberi garam kehidupan.

Aliran romantik adalah sebuah gerakan seni, sastra dan intelektual yang berasal dari Eropa Barat abad ke-18 pada masa Revolusi Industri. Gerakan ini sebagian merupakan revolusi melawan norma-norma kebangsawanan, sosial dan politik dari periode pencerahan dan reaksi terhadap rasionalisasi terhadap alam, dalam seni dan sastra.

Kata Romantik ada hubungannya dengan arti asli yang disandang oleh kata roman di Abad pertengahan, ialah suatu cerita dalam bahasa rakyat yaitu “bahasa roman”. Roman abad pertengahan terutama berupa cerita kesatria, kebanyakan ditulis dalam bentuk sajak. Setelah beberapa waktu ciri-ciri yang menandai cerita ini bergeser manjadi: kejadian-kejadian tegang dan sering manjadi tidak masuk akal serta perasaan luhur tentang kehormatan dan cerita “kebangsawanan” yang langsung di hubungkan dengan pengertian “roman” dan “romantik.

Dimana Romantik dimulai? Ada yang berpendapat lahirnya di Inggris, tetapi ada juga yang berpendapat di Jerman. Tetapi orang sepakat, bahwa yang disebut sebagai Bapak Gerakan Romantik yaitu Jean-Jacques Rosseu (1712-1778) seorang filsuf prancis kelahiran Jenewa, Swiss. Ayahnya seorang pengrajin arloji. Riwayat hidupnya sangat dramatis, penuh gejolak emosional dan petualangan. Filsuf ini berkelana kemana-mana, menulis karya-karya yang membuatnya dicurigai karena wataknnya yang tidak stabil, mudah menangis dan gampang curiga. Roman ciptaannya yang terkenal adalah La Nouvelle Heloise.

*Hadimadja Aoh K. 1972. Aliran-aliran Klasik, Romantik dan Realisma dalam Kesusastraan: dasar-dasar perkembangannja. Djakarta: Pustaka Jaya.

Artikel Sastra Lainnya

Menghianati Kesetiaan

Kesetiaan

kesetiaan adalah roh dalam cinta
ucapmu di antara sore
di balik pohon taman
bukan sekali kau membisikannya di telingaku
tapi entahlah
mungkin ribuan
bukan hanya padaku
bahkan sore itu
pohon itu
semut itu
telah menjadi saksi perkataanmu
namun apa yang kulihat
bukan bagian dari perkataan
yang selama ini kuanggap suci
karena di setiap sore
persis di taman itu
kau selalu di temani bayang-bayang berbeda Ferdinaen Saragih (2009: Bandung).

Puisi Lainnya

Download mp3 Simalungun Polisi Toba

Polisi Toba-Agave Group
Download Mp3ni

Ulang sai manringis
Ulang sai manggila
Ham ale ina...ng
Boru ni raja
Ai seng tarlanglangi be
Ai anggo au na minum tuakon

Ulang ituruti
Nasai mangalopi
Ra do sonai lepak paruhurankin
Pos malah uhurmu
Lang lupa au bani niombahta in
“Inang boru ni raja”

O... musim ni parinangon
Sol manrajai
“I bagas rumah tanggani”
O.. asalma i kode tuak paramangonni
“mittor do ialopi”
O.. ai lang parsoalan hatani halak
Ge ihatahon polisi toba

Paubah otik uhurmu boruni raja
Ulang sa maraja tu
Inang boruni raja
Pasinok-pasinok
Lah tumang mae
Sabingi niombah ta in
Inang boruni raja

Bani surat kabar
Dong do ai basaon
Buei polisi toba
Jaman sonari on
Tarlobih ma ai i huta nami
Na dop hu boto ma in ganup
Deba mando lang

“Jalo ham useng tambul ai, Sigodang Pos

O... musim ni parinangon
Sol manrajai
“I bagas rumah tanggani”
O.. asalma i kode tuak paramangonni
“mittor do ialopi”
O.. buei do paramangon mangkatarbador
Ibaen kejamni polisi toba

Mulak hu halaman: Download Lagu Simalungun

Download Mp3 Simalungun Lainnya

Lereng Cinta

Lereng Cinta

dalam lamunanku yang panjang, aku
memikirkanmu seperti malam memikirkan bulan.
membayangkan kisah kita
yang tak bisa bertahan
seperti yang kita inginkan.
tentu saja kita tidak akan memiliki
anak laki-laki dan perempuan
seperti dalam dongeng kita
namun pertanyaan ini selalu mengecewakanku
untuk apa kuteruskan hidup ?

kita memang belum terlalu jauh
berjalan dalam cinta ini
hanya saja tujuan kita sama
menuju puncak cinta
namun kita tak pernah sampai ke tujuan
karena kakimu dan kakiku
selalu terikat pada sebuah persinggahan
itulah keluarga kita
yang memasung kita
pada sebuah senja yang berbeda Ferdinaen Saragih (2009: Ruang Dunia).

Puisi Lainnya

Meraih Bintang dalam Puisi Anak

Meraih Bintang

Tadi malam aku melihat bintang gemilang
Dia begitu terang benderang
Di langit nan-luas
Lalu aku teringat pesan ibu guruku
Raihlah cita-citamu
Setinggi bintang di langit

Aku akan berubah
Teriakku di malam hari
Esok hari, aku tak akan lagi malas bangun pagi
Mandi pagi dan gosok gigi
Aku akan terus belajar dengan gigih
Karena aku ingin meraih bintang dan mimpi Ferdinaen Saragih (Bandung).

Puisi Lainnya

Kepada Tuhan Puisi

Kepada Tuhan Puisi

surat ini mungkin terlalu lama kukirimkan
melalui pos kota
berisi doa-doa dan no hpku
Tuhan tau sendiri
sinyal di antara kita
telah terputus sekian lama
seumpama percerayan sepasang mempelai

Tuhan mungkin sudah bosan
mengetik sms di hari lalu
tak ada balasan dariku
aku masih menikmati dunia
kini aku telah membenahinya lagi
sudi kiranya Tuhan menghubungiku kembali Ferdinaen Saragih (2009: Ruang Karya).

Puisi Lainnya

Sajak Malam

Sepucuk Malam

Berapa sajak terbenam pada malam
Tidak dapat kuhitung
Beribu leter berhambur ruah
Bercerita pada bulan
Bintang
Kalau keduanya tertutup langit
Malam bercerita pada siapa

Pada malam
Ucapku diam! Ferdinaen Saragih (2008: Setia Budhi).

Puisi Lainnya

Puisi Tentang Kampanye

Bendera Baru

kekasih
kau telah memasang bendera baru
melewati ruang negriku
mengotori pandangan
dengan beribu visi misimu
yang kau coret di situ
tapi aku tak tau
kesetiaan mengenai itu
karena aku tak pernah merasakan cinta
yang kau katakan di persimpangan jalan
di pusat-pusat perbelanjaan
hingga konser-konser dadakan

kekasih
kau telah memasang bendera baru
tapi kau lupa menyisipkan
bendera negri kita
perjuangan pahlawan-pahlawan
bersama nenek moyang kita dahulu Ferdinaen Saragih (2009: Ruang Dunia).

Puisi Lainnya

Thursday, September 29, 2011

Nyanyian Pemakaman

Nyanyian Pemakaman

I
Dari syair mengiringi kehilangan
Hari itu
Dalam hati yang terusik sunyi
Dan aku mendengar suara-suara
Dari batu dan tanah
Yang mati
Mengapa mereka tak mengerti
Tidak membaca
Kedalaman kesedihan
Telah matikah naluri
Sampai terakhir
Diatas bumi ini
Nyanyian pemakaman pencuri
Hari itu lesu

II
Masih merajang
Amarahku pada batu dan tanah
Yang Mati jiwanya

Tumpukan tangan-tangan
Merenggut satu raga
Seorang pencuri
Ayam!
Suatu kebanggaan
Sampai nyanyian pemakaman
Bisa-bisanya lesu
Tanpa sebutir air mata

III
Jangan kau campurkan
Hidup dengan kematian
Sungguh jauh dari dunia
Berjalan keakhirat
Sedangkan matahari
Tak kuasa menerobosnya

IV
Aku termanggu dalam ruang
Semenjak pemakaman
Pikiranku menjalar dalam gelisah

V
Malam-malamku sepi
Semenjak pencuri itu pergi
Tanpa doa
Dari raga-raga
Yang sama
Dan aku semakin was-was
Menunggu waktu
Pencabutan
Yang menempatkanku
Di tempat abadi
Akankah aku di suguhi doa
Kelak aku mati?
Mungkin hanya sunyi

VI
Khusuk
Sama seperti pencuri
Bahkan lebih
Kalau saja mereka tau
Emas, perak dan mutiara
Telah kucopot
Dari mereka
Dan kujadikan
Pembungkus sajakku


VII
Malaikat dalam mimpiku:

Jangan kau hiraukan kematian
Tangan-tanganmu
Tak dapat menggapainya
Teruslah
Berjalan
Pada wujud yang ada

kau bukan binatang
disembelih
Bukan kayu
ditebang
kau adalah takdir
Yang megap-megap
Menerobos siang
Begitu halnya malam Ferdinaen Saragih (2008: Bandung).

Puisi Lainnya

Lomba Menulis Cerpen

Lomba ini terbuka untuk umum (bagi wilayah Surabaya dan sekitarnya). Lomba ini ditutup tanggal 30 Oktober 2011. Lebih lengkapnya lihat gambar di bawah ini (klik gambar untuk memperbesar).


Lomba Lainnya

Lomba Menulis Novel Republika 2011

Lomba Menulis Novel Republika, berhadiah puluhan Juta rupiah. Naskah diterima paling lambat 15 Oktober 2011 (cap Pos). Formulir pendaftaran bisa didownload di www.republika.co.id/iklan/novel/novel.html. Lebih lengkapnya lihat gambar di bawah ini (klik gambar untuk memperbesar).


Lomba Lainnya

Wednesday, September 28, 2011

Cerpen Pramoedya Ananta Toer

Cerpen Pramoedya Ananta Toer "Djakarta"
Almanak Seni 1957

Sekarang tiba gilirannja: dia djuga mau pergi ke Djakarta.

Aku takkan salahkan kau, mengapa kau ingin djadi wargakota Djakarta pula. Besok atau lusa keinginan dan tjita itu akan timbul djuga. Engkau di pedalaman terlampau banjak memandang ke Djakarta. Engkau bangunkan Djakarta dalam anganmu dengan segala kemegahan jang tak terdapat di tempatmu sendiri. Kau gandrung padanja. Kau kumpulkan tekat segumpil demi segumpil.

Ah, kawan, biarlah aku tjeritakan kau tentang Djakarta kita.

Tahun 1942 waktu untuk pertama kalinja aku indjak tanah ibukota ini, stasiun Gambir dikepung oleh del¬man. Kini delman ini telah hilang dari pemandangan kota —hanja tudjubelas tahun kemudian! Betjak jang menggantikannja. Kuda-kuda diungsikan ke pinggiran kota. Dan kemudian: manusia-manusia mendjadi kuda dan sopirnja sekali: begini tidak ada ongkos pem¬beli rumput! Inilah Djakarta. Demi uang manusia se¬dia djadi kuda. Tentu sadja kotamu punja betjak djuga tetapi sudah djadi adat daerah meniru kebobrokan ibu¬kota.

Bukan salah manusia ini, kawan. Seperti engkau djuga, orang-orang ini mengumpulkan tekat segumpil demi segumpil¬ perawan-perawan sawah, ladang dan pegunungan, buruh-buruh tani, petani-petani sendiri jang bidang tanahnja telah didih di dalam perasaannja, warga-warga dusun jang dibuat porak poranda oleh gerombolan, peladjar-peladjar jang hendak meneruskan peladjaran, djuga engkau sendiri —dan dengan penuh kepertjajaan akan keindahan nasib baik di ibukota.

Kemudian bila mereka sampai di Djakarta kita ini, perawan-perawan pedalaman jang datang kemari sekedar tjari makan, dia dapat makan, lupa tjari makan, dia kepingin kesenangan, dan tiap malam berderet di¬ depan gedung tempat kerdjanja masing-masing. Pria tidak semudah itu mendapat pekerdjaan, dan achirnja mendjadi kuda. Beberapa bulan kemudian paha para pria ini mendjadi begitu penuh sesak dengan otot jang ter¬lampau banjak dipaksa kerdja. Tiap minggu mereka menelan telur ajam mentah. Dan djalan raja memberinja kemerdekaan penuh. Bila datang bahaja ia lepas betja berdjalan sendirian, dan ia melompat ke kaki lima. Djuga tanggung djawab delman hilang di tangan kuda-kuda ini. Beberapa tahun kemudian ia ‘ngedjengkang’ di balenja karena djantungnja mendjadi besar, desakan darahnja meninggi: ia invalid —puluhan! ratusan ribu! kembali ke kampung sebagai sampah. Bila ada kekajaan, adalah kekajaan membual tentang kepele¬siran. Tetapi untuk selama-lamanja ia telah mati, su¬dah lama mati. Djumlah kurban ini banjak daripada kurban revolusi bakalnja.

Djadi engkaupun ingin djadi warga Djakarta!

Djadi engkaupun ingin djadi sebagian kegalauan ini.

Dari rumah masing-masing orang bertekat mentjari uang di Djakarta. Djuga orang-orang daerah jang kaja mengandung maksud: ke Djakarta —hamburkan uang¬nja. Dan djuga badjingan-badjingan daerah: ke Dja¬karta —menangguk duit. Demi duit ini pula Djakarta bangun. Sebenarnja sedjak masuknja kompeni ke Dja¬karta, Djakarta hingga kini belum djuga merupakan kota, hanja kelompokan besar dusun. Hingga sekarang. Tidak ada tumbuh kebudajaan kota jang spesifik, semua dari daerah atau didatangkan dan diimport dari luar negeri: dansa, bioskop, pelesiran, minuman keras dan agama, berbagai matjam agama.

Aku lupa, bahwa kau datang hendak kemari untuk beladjar. Tetapi barangkali patut pula kau djadikan ke¬nangan, pusat beladjar daerah kita adalah Djakarta. Tetapi sungguh aku sesalkan, bahwa Djakarta kita bu¬kanlah pusat beladjar jang mampu menjebabkan para mahasiswa ini mendjadi perspektif kesardjanaan Indonesia di kemudian hari. Sisa-sisa intelektualisme karena gebukan balatentara Dai Nippon kini telah bangkit kembali dengan hebatnja. Titel akademi jang diperoleh tiap tahun beku dikantor-kantor, dan daerah¬mu tetap gersang menginginkan bimbingan. Dan bimbingan itu masih tergantung-gantung djauh di ang¬kasa biru. Semua orang asing, dengan warna politiknja masing-masing, jang memberi kauremah-remah dari¬pada kekajaan kita terbaik jang diisapnja.

Aku tahu, engkau orang daerah, orang pedalaman memdewakan pemimpin-pemimpinmu, tetapi aku lebih dekat pada kenjataan ini. Aku tahu engkau berteriak¬-teriak tentang perekonomian nasional, tetapi basis ke¬hidupan jang didasarkan atas perdagangan eksport, bukan sadja typis negara agraria, djuga negara kolonial. Sepandjang sedjarah negara-negara petani mendjadi negeri djadjahan, dan tetap mendjadi negeri djadjahan.

Dan bukankah petani-petani daerahmu masih tetap hamba-hamba di djaman Madjapahit, Sriwidjaja atau Mataram? Siang kepunjaan radja, malam kepunjaan durdjana! Dan radja di djaman merdeka kita ini ada¬lah naik-turunnja harga hasil pertaniannja sendiri. Se¬dang durdjananja tetap djuga durdjana Madjapahit, Sriwidjaja dan Mataram jang dahulu: perampok, pen¬tjuri, gerombolan, pembunuh, pembegal.

Djadi beginilah, kawan. Djakarta merupakan impian orang daerah. Semua ingin ke Djakarta. Tapi Djakarta sendiri hanja kelompokan besar dusun, bahkan bahasa perhubungan jang masak tidak punja. Anak-anak men¬djadi terlampau tjepat masak, karena baji-baji, kanak¬-kanak dan orangtuanja digiring ke dalam ruangan¬-ruangan jang teramat sempit sehingga tiap waktu me¬reka bergaul begitu rapat. Masalah orangtua tak ada jang tabu lagi bagi kanak-kanak. Kewibawaan orangtua men¬djadi hilang, dan segi-segi jang baik daripada perhubungan antara orangtua dan anak dahulu, kini mendjadi tum¬pul. Agama telah mendjadi gaja kehidupan, bukan perbentengan rohani jang terachir. Aku tjeritai kau, kemarin anakku jang paling amat besar enam umurnja, bertjerita: Orang-orang ini dibuat Tuhan. Tapi apakah randjang ini dibuat olehNja djuga? Ia pandangi aku. Waktu kutanjakan kepadanja bagajmana warna Tuhan: hitam ataukah merah? Ia mendjawab Putih! Ia pilih warna jang tidak mengandung interpretasi, tidak di¬warnai oleh pretensi. Sebaliknja kehidupan Djakarta ini—dan barangkali patut benar ini kau ketahui: penuh-sesak dengan interpretasi dan pretensi ini. Di¬ segala lapangan! Lebih mendjengkelkan daripada itu: tiap-tiap orang mau mendesakkan kepunjaannja masing-¬masing kepada orang lain, kepada lingkungannja. Sungguh-sungguh tiada tertanggungkan. Barangkali kau pernah peladjari sedjarah kemerdekaan berpikir. Bila demikian halnja kau akan dikutuki tjelaka.

Tetapi djangan kaukira, bahwa kegalauan ini ber¬arti mutlak. Barangkali adanja kegalauan ini hanjalah suatu salahharap daripadaku sebagai perseorangan. Aku seorang pengarang, dan pengarang di masa kita ini, terutama di ibukota kita, adalah sematjam kerbau jang salah mendarat di tanah tandus. Setidak-tidaknja kega¬lauan ini memberi rahmat djuga bagi golongan-golongan terten¬tu, terutama bagi para pedagang nasional, jakni jang berdjualbelikan kenasionalan tanah-airnja dan dirinja. Mungkin engkau tidak setudju. Tetapi barangkali lebih baik demikian. Sungguh lebih menjenangkan bagimu bila masih punja pegangan pada kepertjajaan akan kebaikan segala jang dimiliki oleh tanah-airmu dalam segala segi dan variasinja. Kami golongan pengarang, biasanja tiada lain daripada tenaga penentang, golongan opposisi jang tidak resmi. Resmi: pengarang. Tidak resmi: opposisi periuk terbaik! Dengan sendi¬dirinja sadja begitu, karena kami bitjara dengan selu¬ruh ada kami, kami hanja punja satu moral. Itu pula sebabnja, bila kami tewas, tewas setjara keseluruhan. Bukannja tewas di moral jang pertama, tetapi mendjadi tambun di moral jang keempat! mendjadi melengkung di moral jang ketiga!

Aku kira terlampau djauh lantaranku ini. Padamu aku mau bitjara tentang Djakarta kita.

Sekali waktu di suatu peristiwa, Omar pernah bitjara dengan sombongnja: Bakar semua chazanah, karena segalanja telah termaktub di dalam Qur’an! Permun¬tjulan jang grandiues tapi tak punja kontour-kontour kenjataan ini adalah gambaran kedjiwaan Djakarta: rentjana-rentjana besar, galangan-galangan terbesar di Asia Tenggara, tugu terbesar di Asia, kemerosotan mo¬ral terbesar! segala terbesar. Tapi tak ada sekrup, tak mur, tak ada ada drat, tak ada nipple, tak ada naaf, tak ada inden dan ring pada permesinan semua ini.

Sekali waktu disuatu peritiwa, Pascal mentjatat di¬ dalam bukunja: Manusia hanja sebatang rumput, teta¬pi rumput jang berakal budi. Dan rumput ini adalah golongan jang mempunjai kesadaran tanpa kekuasaan, terindjak dan termakan. Jang lahir, kering dan mati dengan diam-diam. Namun mendjadi permulaan dari pada kehidupan, seperti jang disaksikan oleh Schweit¬zer, serta risalah Kan Ying Pien.

Berbagai matjam angkatan tjampur-baur mendjadi satu, seperti sambal jang menerbitkan satu rasa, tetapi dengan teropong masih djelas nampak perpisahan an-tara bagian satu dengan jang lain. Namun pentypean sematjam jang tegakkan oleh Remarque tidak memper¬lihatkan diri.

Barangkali engkau keberatan dengan kata-kataku itu. Tetapi memang demikian. Tjobalah ikuti tulisan-tulisan angkatan demi angkatan. Angkatan jang muda mentja¬tji jang tua, jang muda ditjatji oleh jang lebih muda. Tetapi, kata Ramadhan KH jang pernah aku dengar, angkatan muda ini bila diberi kesempatan, dia kehilangan segala proporsi dan lemih mendjadi badut lagi. Artinja badut di lingkungan badut. Tokoh-tokoh pemi¬kiran mengetengahkan Wulan Purnomosidhi dan Ada¬ tidaknja Tuhan, di dalam kekatjauan sosiologis, ekono¬mis dan politis, kultural dan intertual! Apakah kita mesti ikut pukul kaleng untuk membuat segala ini men¬djadi bertambah ramai? Sedang anak-anak murid ini telah demikian goiat dengan membanggakan pengeta¬huannja tentang para tjabul dan ‘rakjat ketjil’ plus sa¬duran Toto Sudarto Bahtiar Tjabul Terhormat karang¬an Sartre? Plus Margaretta Gouthier saduran Hamka dari Alexander Dumas Jr. Hamka? ja Hamka.

Achirnja, seperti kata A.S. Dharta, orang-orang da¬tang dan berkumpul ke Djakarta, mendjadi warga Dja¬karta, untuk mempertjepatkan keruntuhan kelompokan besar dusun ini. Tambah banjak jang datang tambah tjepat lagi.

Selagi aku belum djadi penduduk Djakarta, dambaanku mungkin seperti kau punja. Impian jang indah, bajangan pada pembangunan hari depan. Diri masih pe-nuh diperlengkapi kekuatan, kemampuan dan kepertja¬jaan diri. Barangkali bagimu segala itu lebih keras lagi. Karena di daerah bertiup angin: orang takkan djadi warganegara jang 100% sebelum melihat Djakarta de¬ngan mata kepala sendiri.

Barangkali engkau akan bertanja kepadaku, mengapa tak djuga menjingkirkan diri dari Djakarta! Ah, kau. Golongan kami adalah sematjam kerbau jang mendarat di tanah tandus. Golongan kami reaksioner di lapangan penghidupan. Sekalipun tandusnja penghidupan golong¬an kami, djustru Djakartalah jang bisa memberi, seka¬lipun hanja remah-remah para pedagang nasional, atau petani pasar minggu. Tambah lama nasi jang sepiring harus dibagi dengan empat-lima anak-anaknja. Dan anak-anak ini akan mengalami masa kehilangan masa kanak-kanak, masa kanak-kanaknja sendiri. Kanak-kanak Djakarta jang tak punja lapangan bergerak, tak punja lapangan bermain, tak punja daerah perkem¬bangan kedjiwaan, menjurus dari gang dan got, membunuh tiap marga-satwa jang tertangkap oleh matanja. Katak dan ketam dan belut dan burung mengalami lik¬widasi, di Djakarta! Tetapi njamuk meradjalela, dan tjitjak dan sampah. Djuga mereka ini hidup di alam ketaksenangan. Taman-taman hanja di daerah Menteng dan perkampungan baru. Engkau tahu, djadi orang apa ka¬nak-kanak sematjam ini djadinja di kemudian hari.

Engku tahu, ada pernah dibisikkan kepadaku: da¬erah jang punja taman adalah lahir dan berkembang karena telah menghisap darah daerah jang tak punja taman. Tentu sadja bisikan ini konsekwensi daripada prinsip perdjuangan kelas. Barangkali engkau tak setu¬dju, karena ini membawa-bawa politik atau pergeseran kemasjarakatan jang berwarna politik atau politik ekonomi. Mungkin djuga hanja suatu kedengkian jang tak sehat. Tapi apakah jang dapat kauharapkan dari suatu masjarakat dimana sebahagian besar warganja hidup dalam suasana tak senang, tak ada pegangan, tak ada kepertjajaan pada haridepan! Sedang para pedagang nasional djuga tak punja haridepan, karena kemanisan jang diperolehnja harikini diisapnja habis harikini pula, untuk dirinja sendiri tentu, atas nama kenaikan harga tentu, sehingga mereka mendjadi para turis di daerah kehidupannja sendiri.

Segala jang buruk berkembang-biak dengan mantiknja di Djakarta ini. Segi-segi kehidupan amatlah runtjing¬nja dan melukai orang jang tersinggung olehnja. Tetapi wargakota jang sebelum proklamasi bersikap apatis ¬— apatisnja seorang hamba — kini kulihat apatisnja orang merdeka dengan djiwa hambanja. Bukan penghinaan, sekalipun suatu peringatan itu kadang-kadang terasa

Sebagai penghinaan. Di dalam kehidupan jang tidak menjenangkan apakah jang tak terasa sebagai penghi¬naan! Dan tiap titik jang menjenangkan dianggap pudjian, atau setidak-tidaknja setjara subjektif: penga¬kuan dari pihak luaran akan kesamaan martabat dengan orang atau bangsa jang memang telah merdeka dan tahu mempergunakan kemerdekaannja. Barangkali engkau menghendaki ketegasan utjapan ini. Baiklah aku tegaskan kepadamu: memang wargakota belum lagi 25% bertindak sebagai bangsa merdeka. Anarki ketjil¬-ketjilan, sebagaimana mereka dahulu dilahirkan dalam lingkungan jang serba ketjil-ketjil pula: buang sam¬pah digot! bandjir tiap hudjan akibatnja; pendudukan tanah orang lain jang disadari benar bukan tanahnja sendiri menurut segala hukum jang ada, sekalipun sah menurut hukum jang dikarang-karangnja sendiri: ketimpangan hak tanah adalah ketimpangan penghidupan, kehidupan dan kesedjahteraan sosial. Mengapa? Kare-na besok atau lusa tiap orang dapat didorong keluar dari rumah dan pekarangannja sendiri-sendiri. Kedjo¬rokan dan kelalaian jang dengan langsung menudju ke pelanggaran ketertiban bersama. Dan djalan-djalan raja serta segala matjam djalanan umum mendjadi me¬dan permainan Djibril mentjari mangsa. Djuga ini akibat hati orang tidak senang. Bawah sadarnja bilang: dia tak dilindungi hukum — dia, baik jang melanggar maupun jang dilanggar.

Nah demikianlah Djakarta kita, sekian tahun setelah merdeka.

Barangkali engkau mengagumi kaum tjerdik-pandai jang sering diagungkan namanja disurat-suratkabar. Hanja sedikit di antara mereka itu jang benar-benar bekerdja produktif-kreatif. Jang lain-lain terpaksa mem¬populerkan diri agar tak tumbang dimedan penghidup¬an! Apakah jang telah ditemukan oleh universitas Indonesia selama ini jang punja prestasi interna¬sional! Di lapangan kepolitikan, apakah pantjasila telah melahirkan suatu kenjataan di mana engkau sadar di hatiketjilmu bahwa kau sudah harus merasa berterimakasih. Aku pernah menghitung, dan dalam sehari pada suatu hari jang tak terpilih, diutjapkan limabelas kali kata pantjasila itu baik melalui pers, radio, atau mulut orang. Sedjalan dengan tradisi pendjadjahan jang selalu dideritakan oleh rakjat kita, maka nampak pula garis-garis jang tegas dalam masa pendjadjahan priaji¬-pedagang ini: orang membangun dari atas. Tanpa pondamen. Ah, kawan, kita mengulangi sedjarah ke¬gagalan revolusi Perantjis.

Barangkali kau menjesalkan pandanganku jang pessimistis.

Akupun mengerti keberatanmu. Asal sadja kau tidak lupa: sekian tahun merdeka ini belum lagi bitjara apa-apa bagi mereka jang tewas dalam babak pertama revolusi kita. Kalau Anatole France bitjara tentang iblis-iblis jang haus akan darah di masa pemerintahan pergulingan itu, aku bisa djuga bitjara tentang iblis-¬iblis jang haus akan kurban, akan kaum invalid peng¬hidupan dan kehidupan. Dan bila kurban-kurban dan kaum invalid penghidupan dan kehidupan ini merasa tak pernah dirugikan, itulah tanda jang tepat, bahwa iblis itu telah lakukan apa jang dinamai zakelijkheid dengan pintarnja. Dan bila iblis-iblis ini tetap apa jang biasa dinamai badjingan.

Ini bukanlah jang kita kehendaki dengan zakelijkheid!

Ini bukanlah jang kita kehendaki dengan kehidupan kesardjanaan! kepriajian dan perdagangan!

Sardjana adalah kompas kita, ke mana kita harus pergi mentjari pegangan dalam lalulintas kebendaan di kekinian dan dimasa-masa mendatang. Sardjanamu, sardjanaku, wartawanmu, wartawanku, politisimu, politisiku, melihat adanja kesumbangan, dan: titik, stop. Djuga seperti turis di dalam gelanggang kehidup-annja sendiri.

Barangkali, engkaupun akan menuduh mengapa aku tak berbuat lain daripada mereka. Tetapi akupun tahu, bahwa engkau tidak melupakan sjarat ini: ke¬kuasaan. Kekuasaan ini akan ditelan lahap-lahap oleh tiap orang, tetapi tidak tiap orang tahu tjaranja men¬dapatkan dan menelannja. Sematjam kutjingmu sen¬diri. Sekalipun sedjak lahir kauberi nasi tok, sekali waktu bila ditemukannja daging akan dilahapnja djuga. Djadi kau sekarang tahu segi-segi gelap dari ibukota kita ini. Segi-segi jang terang aku tak tahu samasekali, karena memang hal itu belum lagi diwahjukan kepada¬ku, baik melalui inderaku jang lima-limanja ataupun jang keenam. Tetapi aku nasihatkan kepadamu, dalam masa kita ini, djanganlah tiap hal kauanggap mengan¬dung kebenaran 100%, dengan menaksir duapuluh prosen pun kau kadang-kadang dihembalang keketje¬waan. Djuga demikian halnja dengan uraianku ini.

Aku tahu, engkau seorang patriot dalam maksud dan djiwamu, karena engkau orang daerah jang djauh dari kegalauan kota besar, kumpulan besar dusun ini. Eng¬kau akan berdjasa bila bisa membendung tiap orang jang hendak melahirkan diri dari daerahnja hendak memadatkan Djakarta. Tinggallah di daerahmu. Buat-lah usaha agar tempatmu mempunjai sekolah mene¬ngah atas sebanjak mungkin. Dan buatlah tiap sekolah menengah atas itu mendjadi bunga bangsamu dike-mudianhari: djadi sumber kegiatan sosial, sumber ke¬sedaran politik setjara ilmu, sumber kegiatan pentjip¬taan dan latihan kerdja. Pernah aku beri tjeramah di kota kelahiranku dua tahun jang lalu: mobilisasilkan tiap murid ini untuk berbakti pada masjarakatnja, untuk beladjar berbakti, untuk membelokkannja daripada intelektualisme jang hanja mengetahui tanpa ketjakapan mempergunakan pengetahuannja. Apa ilmu pasti jang mereka terima itu bagi kehidupannja di kemudianhari bila tidak berguna ?

Djangan kausangka, aku hendak mendiktekan kema¬uanku sendiri. Aku kira aku telah tjukup tua untuk menjatakan semua ini kepadamu—engkau jang ku¬harapkan djadi pahlawan pembangun daerahmu. Djuga engkau ada merendahkan petani, karena engkau lahir dari golongan prijaji—pendjadjah petani sepandjang sedjarah pendjadjahan: Djepang, Belanda, Inggris, Mataram, Madjapahit, Sriwidjaja, Mataram dan kera¬djaan-keradjaan perompak ketjil jang tidak mempunjai tempat chusus di dalam sedjarah.

Kawan, sebenarnja revolusi kita harus melahirkan satu bangsa baru, bangsa jang nomogeen, bangsa jang bisa menjalurkan kekuasaan itu sehingga mendjadi tenaga pentjipta raksasa, dan bukan menjerbit-njerbit¬nja dan melahapnja sehingga habis sampai pada kita, pada rakjat jang ketjil ini. Dari dulu aku telah bilang kekuasaan dan kewibawaan kandas di tangan para petugas. Petugas jang benar-benar pada tempatnja hanja sedikit, dan suaranja biasa habis punah ditelan agitasi politik — sekalipun tiap orang tahu ini bukan masa agitasi lagi, kalau menjadari gentingnja situasi tanah¬airnja dalam lalulintas sedjarah dunia !

Kita mesti kerdja.

Tetapi apa jang mesti kita kerdjakan, bila mereka jang kerdja tak mendapat penghargaan dan hasil seba¬gaimana mesti ia terima ?

Aku kira takkan habis-habisnja ngomong tentang Djakarta kita, pusat pemerintahan nasional kita ini. Setidak-tidaknja aku amat berharap pada kau, orang daerah, orang pedalaman, bakar habis keinginan ke Djakarta untuk menambah djumlah tugu kegagalan revolusi kita. Bangunkan daerahmu sendiri. Apakah karena itu engkau djadi federalis, aku tak hiraukan lagi. Dulu sungguh mengagetkan hatiku mendengar bisikan orang pada telingaku: mana jang lebih penting, kemer¬dekaan ataukah persatuan? Dan kuanggap bisikan ini sebagai benih-benih federalisme. Aku tak hiraukan lagi apakah federalisme setjara sadar dianggap djuga se¬bagai kedjahatan atau tidak! Setidak-tidaknja aku tetap berharap kepadamu, bangunkan daerahmu sendiri. Tak ada gunanja kau melantjong ke ibukota untuk men¬tjontoh kefatalan di sini.

Kawan, sekianlah.
Djakarta, 17-XII-1955.

Sastra Lainnya

Tuesday, September 27, 2011

Lomba Karya Tulis Mahasiswa 2011

Lomba Karya Tulis Mahasiswa 2011

Persyaratan Peserta
  1. Peserta merupakan mahasiswa aktif Diploma, Sarjana, Pasca Sarjana berbagai jurusan di perguruan tinggi baik negeri maupun swasta di Indonesia dengan melampirkan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM).
  2. Karya bersifat perseorangan
  3. Lomba ini tidak berlaku bagi Pegawai Indonesia Power.
  4. Hanya naskah yang memenuhi persyaratan tersebut yang akan di proses.
  5. Seluruh karya yang masuk akan menjadi milik panitia.
Ketentuan Teknis
  1. Peserta membuat satu buah karya tulis dengan tema : Pembangkit Listrik dan Lingkungannya
  2. Naskah ditulis dengan menggunakan bahasa Indonesia yang berisi opini, ide, gagasan mengenai keberadaan Pembangkit Listrik dan Lingkungannya dilihat dari sudut pandang bidang keilmuan penulis.
  3. Naskah minimal ditulis minimal 10 Halaman dan Maksimal 20 Halaman
  4. Naskah merupakan karya asli dan belum pernah dipublikasikan/ diikutsertakan dalam lomba lain.
  5. Naskah diketik ukuran halaman A4, dengan jarak 1,5 spasi, font size 11, huruf arial.
  6. Sistematika penulisan :
  • Halaman Judul menyajikan; Judul Karya Tulis, logo perguruan tinggi, nama penulis, nama perguruan tinggi, kota, tahun.
  • Abstrak berisi uraian singkat karya tulis yang meliputi: larat belakang, tujuan, manfaat, metode penulisan, hasil dan saran yang direkomendasikan. Abstrak ditulis 1 spasi, maksimal 300 kata.
  • Kata Pengantar
  • Daftar Isi
  • Daftar Tabel, grafik, gambar (jika ada)
  • Pendahuluan berisi Latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, sistematika penulisan.
  • Pembahasan menguraikan hasil kajian, ide pengembangan yang sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan.
  • Penutup berisi kesimpulan dan saran yang direkomendasikan.
  • Daftar Pustaka
  • Lampiran-Lampiran berisi biodata peserta; nama, tempat tanggal lahir, NIM, Jurusan/fakultas, perguruan tinggi, prestasi penghargaan dalam menulis, FC KTM yang masih berlaku.
Jadwal Lomba
  1. Pengumuman lomba disampaikan melalui website www.indonesiapower.co.id mulai tanggal 19 September 2011.
  2. Informasi mengenai Lomba dapat menghubungi :
    Elza Febrianto
    Indonesia Power Kantor Pusat
    Bidang Komunikasi Korporat Lt. 3
    Jl. Jend. Gatot Subroto Kav. 18
    Jakarta 12950
    Telp. (021) 5267666 Ext. 6208
  3. Pengiriman berkas naskah ke alamat panitia ke alamat e-mail panitia: hut.indonesiapower@gmail.com dengan batas akhir pengiriman tanggal 21 Oktober 2011 pukul 23.59 WIB.
  4. Pengumuman Pemenang akan di sampaikan melalui website www.indonesiapower.co.id tanggal 27 Oktober 2011.
Kriteria Penilaian
  1. Kriteria penilaian karya Tulis Mahasiswa mencakup aspek:
    • Format karya Tulis Mahasiswa
    • Kreatifitas dan inovatif topik / gagasan
    • Kebermanfaatan / kontribusi
    • Data dan sumber informasi
    • Pembahasan, simpulan, serta transfer gagasan
  2. Hasil keputusan juri bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat.
  3. Tidak ada korespondensi antara peserta dan panitia maupun juri setelah pengiriman naskah ditutup
Penghargaan Pemenang
  1. Pemenang akan memperoleh Penghargaan berupa sertifikat dan beasiswa, sebesar :a. Juara 1 : Rp 5.000.000,-
    b. Juara 2 : Rp 4.000.000,-
    c. Juara 3 : Rp 3.000.000,-
    d. Harapan 1 & 2: @ Rp 1.500.000,-
  2. Seluruh partisipan akan memperoleh sertifikat
  3. Bagi Pemenang wajib menyerahkan bukti surat keterangan sebagai mahasiswa di kampusnya, sebagai syarat pengambilan hadiah.
  4. Pajak hadiah ditanggung pemenang.
Jakarta, 19 September 2011
Kepala Bidang Komunikasi Korporat
Sumber: indonesiapower.co.id

Lomba Lainnya

Lomba Menulis Cerpen JILFEST 2011

Lomba Menulis Cerpen
THE 2nd JAKARTA INTERNATIONAL LITERARY FESTIVAL (JILFest) 2011

“Spirit Persaudaraan dan Multikulturalisme”
Kerja Sama:
Komunitas Sastra Indonesia (KSI)
Komunitas Cerpen Indonesia (KCI)
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud)
Provinsi DKI Jakarta

Dasar Pemikiran
Jakarta sebagai ibukota negara, pusat pemerintahan, kota internasional, dan berbagai predikat lainnya –yang melekat pada reputasi dan nama baik Jakarta yang merepresentasikan citra Indonesia— memiliki arti penting tidak hanya bagi warga Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia, tetapi juga bagi masyarakat dunia. Artinya, posisi Jakarta sangat strategis bagi usaha mengangkat keharuman Indonesia serta menjalin kerja sama budaya untuk memperkenalkan Indonesia ke pentas dunia.

Dalam khazanah kesusastraan Indonesia, Jakarta dengan berbagai kekayaan kebudayaannya, keberagaman masyarakatnya, percepatan pembangunannya, serta latar geografik dan latar alamnya yang memancarkan perpaduan modernisme dan eksotisme, telah sejak lama menjadi lahan garapan para sastrawan Indonesia, bahkan juga sastrawan dari mancanegara. Kini, selepas memasuki alaf baru dan zaman ingar-bingar reformasi, sejauh manakah Jakarta masih memancarkan pesonanya, auranya yang menyebarkan daya tarik, dan semangat yang merepresentasikan keindonesiaan.

Dalam kaitan itulah, lomba penulisan cerita pendek berlatar Jakarta dengan tema “spirit persaudaraan dan multikulturalisme”, akan menawarkan catatan estetik yang khas, sekaligus juga universal dalam sebuah kemasan karya sastra. Maka, karya itu hadir sebagai totalitas kreativitas pengarang. Tanpa itu, latar atau tema Jakarta hanya akan menjadi sesuatu yang artifisial, tempelan, dan tidak menyodorkan ruh Jakarta sebagai representasi keIndonesiaan.

Tema
“ Sprit persaudaraan dan multikulturalisme “.

Ketentuan Umum
  1. Lomba ini terbuka bagi warga dunia (warga Indonesia dan warga asing)
  2. Biodata dan alamat lengkap (termasuk nomor telepon, ponsel, dan e-mail) disertakan di luar naskah lomba.
  3. Peserta boleh mengirimkan lebih dari satu naskah lomba.
  4. Naskah lomba belum pernah dipublikasikan dalam bentuk apa pun, baik sebagian maupun seluruhnya.
  5. Naskah lomba ditulis dalam bahasa Indonesia dan merupakan karya asli.
  6. Naskah lomba dikirim kepada Panitia sebanyak 5 (lima) kopi, disertai CD atau flash diskberisi file naskah, selambat-lambatnya tanggal 15 Oktober 2011 (stempel pos).
  7. Di sebelah kiri amplop hendaknya ditulis “Lomba Menulis Cerpen JILFets 2011”.
Naskah lomba dialamatkan kepada:
Sekretariat Panitia Lomba Menulis Cerpen
Jakarta International Literary Festival (JILFest) 2011
Bidang Pemberdayaan Masyarakat
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) DKI Jakarta
Jl.Kuningan Barat No. 2, Gedung B Lt. 3, Kuningan, Jakarta Selatan
Telp. (021) 5263923

Ketentuan Khusus
  1. Penjabaran tema dalam cerita dan penggambaran latarnya tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
  2. Panjang karangan antara 8.000-15.000 karakter (with space), atau 4-8 halaman ketik 1,5 spasi, kertas ukuran A4 dengan huruf standar (Times New Roman, 12).
  3. Peserta lomba adalah perseorangan, bukan kelompok.
  4. Merupakan karya asli, bukan terjemahan ataupun saduran. Penjiplakan atas karya orang lain dalam bentuk apa pun, tidak dibenarkan, dan panitia berhak membatalkan keikutsertaannya dalam lomba ini.
  5. Keputusan Dewan Juri bersifat mutlak dan tidak diadakan surat-menyurat.
Ketentuan Lain
  1. Pengumuman Lomba dan penyerahan hadiah akan diselenggarakan pada acara khusus dalam rangkaian JILFest 2011, bulan Desember 2011.
  2. Juara 1 s.d 3 akan diundang untuk mengikuti JILFest 2011 di Jakarta.
  3. Hak Cipta ada pada pengarang.
  4. Sebanyak 20 cerpen pilihan berikut karya para pemenang akan diterbitkan dalam bentuk buku, bersama 20 cerpen pilihan dan juara lomba menulis cerpen JILFest 2011. Buku ini diupayakan akan diluncurkan serta didiskusikan dalam JILFest 2011 di Jakarta.
  5. Panitia berhak mengedit kesalahan pengetikan dalam cerpen.
Hadiah dan Honorarium
Juara 1: Rp 10.000.000,00
Juara 2: Rp 7.500.000,00
Juara 3: Rp 5.000.000,00
Juara Harapan 1: Rp 3.500.000,00
Juara Harapan 2: Rp 2.500.000,00
Keterangan Lain:

Juara 1 s.d 3 akan diundang ke Jakarta untuk mengikuti Jilfest 2011 dengan fasilitas (akomodasi, dan konsumsi) ditanggung Panitia. Keterangan lengkap tentang lomba ini dapat dilihat pada laman (web site) www.jilfest.org

Lomba Lainnya

Mengenal Penyair J.E. Tatengkeng

J.E.Tatengkeng (Jan Angelbert Tatengkeng) lahir di kolongan (Sangihe) 19 Oktober 1907. Ayahnya seorang guru injil dan kepala sekolah Zending. Masuk Zendingsvolksschool yang berbahasa sangihe di Mitung, sesudah itu masuk H.I.S di Manganitu, kemudian mengunjungi Christelijke Middag kwee kschool di Bandung. Dari sana pindah ke Kwee School di Solo, dan sesudah itu terus ke Christelijke H.K.S. di Tahuna (1932), sesudah itu terus ke Payeti (Sumbawa) sebagai guru bahasa belanda pada Zendingsstandaardschool.

Sesudah proklamasi kemerdekaan menjadi menteri muda pengajaran (1947) dan perdana Mentri Negara Indonesia Timur (1949). Tahun 1951 menjadi kepala perwakilan jawatan kebudayaan provinsi Sulawesi di Ujung pandang dan turut mendirikan dan mengajar di Fakultas Sastera Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang; pernah beberapakali sebagai anggota pengurus Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional (BKMN). Meninggal dunia pada tanggal enam maret 1968.

Karyanya Rindu Dendam (sajak 1934), sajaknya dimuat dalam beberapa majalah, diantaranya Pujangga Baru, Tuwo Kona, Suara Umum, Suluh Kaum Muda, Pemimpin Zaman, Pembangunan, Zenith, Siasat, Indonesia, Tinjawan, Konfrontasi, Sulawesi.

*Ajip Rosidi. 1991. Iktisar Sejarah Sastra Indonesia. Bandung: Bina Cipta

Sastra Lainnya

Penggunaan Bahasa dalam Menggambarkan Perasaan

Penggunaan bahasa dalam menggambarkan perasaan dapat kita lihat pada karya sastra. Seperti yang dapat kita temukan dalam bentuk puisi. Karya sastra sebagai salah satu bentuk kreasi seni yang menggunakan bahasa sebagai wahana penuturnya, khususnya dalam mengutarakan perasaan.

Sebagai contoh, saya mengambil beberapa baris Puisi J.E. Tatengkeng yang berjudul "Anakku".

Ya, kekasihku..........
Engkau datang mengintai hidup,
Engkau datang menunjukkan muka.
Tetapi sekejap matamu kau tutup,
Melihat terang anakda tak suka.

Engkau yang dugambarkan sebagai kekasih yang datang mengintai hidup, dalam puisi ini seorang ayah melukiskan anaknya dalam keputusasaan kepada anaknya yang durhaka. Anak tersebut tidak pernah mengabari kedua orang tuanya dari perantauan (Kau diam anakku, kami kau tinggalkan) sampai-sampai ketika ibunya terbaring sakit, dia juga tidak perduli, seperti kita lihat pada baris berikutnya.

Sedikitpun matamu tak mengerling,
Memandang ibumu sakit berguling,
Air-matamu tak bercucuran,
Tinggalkan ibumu tak penghiburan.

Sampai kepada dia pulang mengunjungi ibunya yang terbaring sakit, dia tidak terlalu perduli, tidak sedikitpun si anak merasa bersalah. Sampai dia pergi lagi. sedikit penyesalan dan rasa sedihpun tidak ada dia tunjukkan. Sampai akhirnya ayahnya merelakan atau menyerahkan anaknya kepada Tuhan. Yang terlihat pada baris terakhir.

Anak kami Tuhan berikan,
Anak kami Tuhan panggilkan,
Hati kami Tuhan hiburkan
Nama Tuhan kami pujikan.

Pada bait terakhir ini si ayah lebih takut akan Tuhan daripada kehilangan si anak. Karena dia percaya si anak adalah pemberian dari Tuhan. Dalam puisi ini, peyair menggambarkan bagaimana perasaan seorang ayah yang telah di durhakai oleh anaknya sendiri Ferdinaen Saragih.

Artikel Bahasa

Monday, September 26, 2011

Contoh Esai Bahasa

Tubuh dan Organ-organ Bahasa

Ungkapan atau Idiom adalah sesuatu yang amat lumrah terdapat dalam semua bahasa-bahasa yang ada di dunia, karena Ungkapan atau Idiom tidak pernah lepas dari setiap masyarakat. Akan tetapi tidak dapat juga dipisahkan antara ungkapan dan Bahasa, karena bahasalah semua pangkal daripada makna-makna yang ada, jadi dapat disimpulkan ungkapan ada sesudah Bahasa ada. “Bahasa membuat kita percaya akan adanya komunikasi. Dan membuat masyarakat mempunyai etika, moral dan estetika, tidak gagap dalam menjalani interaksi sosial”. Ungkap Faisal Syahreza dalam essainya yang berjudul “Budak Bahasa”.

Bahasa dalam masyarakat adalah “tubuh” itu sendiri, dan makna-makna dalam garapan Semantik sebagai organ-organ yang membuat tubuh itu menjadi tumbuh dan bergerak, seumpamanya manusia.

Menurut Ferdinand De Saussure bahwa makna adalah "pengertian" atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik. Disamping itu ada juga yang menyatakan bahwa makna itu tidak lain daripada sesuatu/referen yang diacu oleh kata/leksem itu. Makna adalah garapan semantik. Makna tersebut dibagi menjadi beberapa bagian, diantaranya Makna Leksikal, gramatikal, kontekstual, Makna referensial dan nonreferensia, Makna denotatif dan makna konotatif, Makna konseptual dan makna asosiatif, Makna kata dan makna istilah, Makna idiom dan peribahasa.

Selain itu semantik juga menelaah relasi makna. Relasi makna Adalah hubungan secara semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa lainnya. Antara lain: Sinonim, Antonim, Polisemi, Homonimi, Hiponim, Redundansi, Ambiguiti atau Ketaksaan. Sampai kepada perubahan makna, diantaranya makana meluas, makna menyempit, dan perubahan makna total. Hingga pada medan makna dan komponen makna.

Pada tulisan kali ini akan di jelaskan organ yang sangat berperan penting dalam bahasa itu, hingga membuatnya berkembang dan bertumbuh. Yaitu mengenai ungkapan atau idiom itu sendiri, hingga penggunaannya di dalam masyarakat indonesia yang sampai saat ini belum diajarkan kepada masyarakat layaknya penggunaannya dalam berkomunikasi yang seharusnya sangat penting, untuk menjadi penggerak dalam perkembangan bahasa Indonesia.

Ungkapan sangat penting dalam bahasa. Ungkapan berfungsi menghidupkan, melancarkan serta mendorong perkembangan bahasa Indonesia supaya dapat mengimbangi perkembangan kebutuhan bahasa terhadap ilmu pengetahuan dan keindahan sehingga tidak membosankan. Tata bahasa ibarat kebun, ungkapan ibarat kembang-kembangnya. Dilihat dari bentuk dan prosesnya.

Abdul Chaer (1994) berpendapat bahwa idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat “diramalkan’ dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal Umpamanya, secara gramatikal bentuk menjual rumah bermakna ‘yang menjual menerima uang dan yang membeli menerima rumahnya’; tetapi, dalam bahasa Indonesia bentuk menjual gigi tidaklah memiliki makna seperti itu, melainkan bermakna ‘tertawa keras-keras’. Jadi, makna seperti yang dimiliki bentuk menjual gigi ialah yang disebut makan idiomatikal. Contoh lain dari idiom adalah bentuk membanting tulang yang bermakna ‘bekerja keras’, meja hijau dengan makna ‘pengadilan, dan sudah beratap seng dengan makna ‘sudah tua’.

Menurut Djoko Saryono, makna idiomatis adalah makna konstruksi yang maknanya sudah menyatu dan tidak dapat ditafsirkan atau dijabarkan dari makna unsur-unsur pembentuknya. Contohnya: tanah air ‘ negeri tempat lahir’, besar kepala ‘sombong’, dan mengambing hitamkan ‘menuduh bersalah’.
I.G.N. Oka dan Suparno (1994) menyatakan bahwa makna kias adalah makna yang sudah menyimpang dalam bentuk ada pengiasan hal atau benda yang dimaksudkan penutur dengan hal atau benda yang sebenarnya.

Jadi secara umum ungkapan berarti gabungan kata yang memberi arti khusus atau kata-kata yang dipakai dengan arti lain dari arti yang sebenarnya. Ungkapan dapat juga diartikan makna leksikal yang dibangun dari beberapa kata, yang tidak dapat dijelaskan lagi lewat makna kata-kata pembentuknya.

Ada dua macam bentuk idiom atau ungkapan, yaitu yang disebut idiom penuh dan idiom sebagian. Yang dimaksud dengan idiom penuh adalah idiom yang semua unsur-unsurnya sudah melebur menjadi satu kesatuan, sehingga makna yang dimiliki berasal dari seluruh kesatuan itu. Bentuk-bentuk seperti membanting tulang, menjual gigi, dan meja hijau termasuk contoh idiom penuh.

Sedangkan yang dimaksud dengan idiom sebagian adalah idiom yang salah satu unsurnya masih memiliki makna leksikalnya sendiri. Misalnya, buku putih yang bermakna ‘buku yang memuat keterangan resmi mengenai suatu kasus’; daftar hitam yang bermakna ‘daftar yang memuat nama-nama orang yang diduga atau dicurigai berbuat kejahatan’; dan koran kuning dengan makna ‘koran yang biasa memuat berita sensasi’. Pada contoh tersebut, kata buku, daftar, dan koran masih memiliki makna leksikalnya.

Ungkapan juga bersifat seperti bahasa pada umumnya. Ungkapan selalu berkembang mengikuti bahasa itu sendiri, seiring dengan perkembangan jaman. Sehingga menurut jaman ungkapan dapat dibagi menjadi dua, yaitu Ungkapan lama dan ungkapan baru. contoh-contoh ungkapan lama masih dapat kita jumpai pada jaman sekarang ini, seperti: matanya bagai bintang timur : bersinar atau tajam, rambutnya bagai mayang mengurai : ikal atau keriting, berminyak air : berpura-pura. Contoh Ungkapan baru, seperti: ranjau pers : undang-undang pers, berebut senja : siang berganti malam, ranum dunia : penyebab kesulitan.

Dalam komunikasi secara lisan ataupun tidak lisan, masyarakat sering menyelipkan sebuah ungkapan atau idiom dalam suatu komunikasi. Ini bertujuan untuk memperjelas suatu makna atau maksud tertentu.

Dalam ranah sastra, baik puisi ataupun prosa. Sering dibubuhi oleh ungkapan-ungkapan. Seumpama sayur yang dibubuhi banyak ramuan atau bumbu untuk menjadikannya nikmat. Dalam sastra ramuan itu sejenis dengan ungkapan. Sehingga karya itu menjadi hidup, sehingga pembaca dapat merasakan apa yang di ungkapkan oleh Si penulis atau penyair.
penyair dalam memandang bahasa. Bahasa, bagi seorang penyair adalah miliknya yang paling berharga. Dengan bahasa ia mengutuk atau mencaci maki dunia, tetapi juga dengan bahasa ia menyanyikan perasaannya atau mengembara dalam angan-angannya. Bahasa tidak pernah kering dalam jiwanya, setiap sentuhan, setiap situasi, setiap merasa dan mengagumi, dicobanya hendak ditemukan dalam bahasa. Itulah pentingnya bahasa bagi seorang penyair. Bahasa adalah nyawanya sendiri, jadi tidak seorangpun yang dapat memisahkan bahasa dengan penyair, karena sama halnya dengan mengambil nyawanya. Dalam penggunaan bahasa yang di godok oleh seorang penyair tersebut, dia sangat membutuhkan makana-makna yang di kaji semantik, seperti ungkapan itu sendiri. Contohnya dapat kita lihat dari cuplikan cerpen Sutarji Calzoum Bachri yang berjudul “Menulis” berikut,
“Nahar, mahasiswa yang jarang meninggalkan kamar, kutu buku, mengangguk dan merenungkan kata-kataku itu. Dinding kamarnya penuh buku-buku falsafah dan ilmu-ilmu yang berat lainnya dari berbagai bahasa,”. (“Hujan Menulis Ayam”). Kutu buku dalam kalimat ini berarti rajin membaca buku.

Atau dari puisi Gugun gunawan yang berjudul “Bandung: dimana kau?” “Kau kini yang hilang, ‘tah kemana,Yang meninggalkan kenangan”, Pahit Negri ini (“Bandung dalam puisi”). Pahit negri ini, berarti suatu Negri yang miskin dan melarat.

Pada jaman sekarang ini ungkapan atau idiom sudah sering digunakan dalam media, baik media tertulis ataupun elektronik. Ungkapan sangat penting bagi perkembangan suatu media, yaitu untuk menarik minat dan menggugah nurani pembaca dan pendengar. Tapi sangat disayangkan jika diantara ungkapan-ungkapan yang sering di gunakan oleh mediator tersebut tak mampu diartikan oleh masyarakat, khususnya masyarakat awam. Sehingga mengakibatkan masyarakat tersebut acuh-tak acuh pada suatu berita atau tulisan yang diberikan.

Selain itu media tersebut tidak jarang menggunakan suatu ungkapan yang kurang wajar, misalnya saja bahasa seksis yaitu bahasa yang mengandung kekerasan simbolik, yang di dalamnya terjadi pemaksaan secara halus posisi subordinasi dan rendah perempuan lewat bahasa (ternoda, tercela, tuna susila, binal, emosional). Kekerasan simbolik terhadap perempuan di dalam media pemberitaan tidak dapat dipisahkan, dan merupakan efek langsung, dari kekerasan yang dilakukan oleh penulis suatu berita terhadap bahasa itu sendiri, khususnya berupa ‘pemerkosaan bahasa’. Pemerkosaan bahasa, yaitu pemilihan kata-kata (diksi) serta penggunaan cara-cara pengungkapan, dengan msnggunakan makna-makna dalam semantik khususnya ungkapan. sebagaimana yang dikatakan Ricoeur, sehingga menciptakan “kegelapan semantik” atau ‘ketidakpastian makna yang terkandung dalam ungkapan’. Hal ini akan mengajak masyarakat khususnya kaum adam untuk memuji berita yang sangat rendahan itu.

Hal tersebut diataslah membuat ungkapan itu hanya sebuah bahasa biasa, yang kadang merusak bahasa dan masyarakat atau bahasa sastranya mati, lesu dan rusak. Ini menghambat perkembangan sebuah bahasa, khususnya bahasa Indonesia, karena tanpa makna-makna yang digarap oleh semantik, suatu bahasa akan sulit untuk bergerak. Ini juga akan berpengaruh kepada masyarakat Indonesia, mengenai pemakayan bahasa Indonesia, bukti nyatanya, pada jaman sekarang ini bahasa Indonesia telah didahului oleh bahasa inggris di Negrinya sendiri. Ini sangat bersifat fatal kepada garapan Sosiolinguistik pula, mengenai penutur bahasa Indonesia dalam Masyarakat.

Suatu hal yang harus dibedah lagi, khususnya kepada mereka yang mempunyai otoritas dalam memasyarakatkan bahasa Indonesia, seperti penulis, media masa, elektronik dan sebagainya, seharusnya memberikan suatu catatan kecil mengenai makna yang terkandung di dalam suatu ungkapan yang mungkin belum bisa dicerna oleh masyarakat awam Ferdinaen Saragih.

Artikel Bahasa

Selamat Ulang Tahun Google! I Love You

Selamat Ulang Tahun Google! I Love You. Sebelum Sigodan Pos  mengucapkan sepatah kata sebagai ucapan ulang tahun di hari bahagia Google, terlebih dahulu akan dituliskan sedikit tentang Google, yang di kutip dari Wikipedia.

Google merupakan sebuah perusahaan publik Amerika Serikat yang berdiri pada bulan September 1988. Perusahaan ini berperan dalam pencarian Internet dan iklan online. Perusahaan ini berbasis di Mountain View, California, dan memiliki karyawan berjumlah 20.621 orang (2010). Google memiliki slogan yang sangat momotivasi yaitu "Kerja harusnya menantang dan tantangan itu harusnya menyenangkan".

Hari ini, tepat pada tanggal 27 September 2011, Google menginjak usia 13 tahun. Selamat Ulang Tahun Google! I Love You. Terimakasih atas semua layanan yang telah disediakan secara gratis dan itu sangat memuaskan. Misalnya saja nge-blog gratis di Blogger, google.com, Gmail, Google+ dan lainnya. Semoga Google tetap menjadi number one. I love You.

Artikel Lainnya

Sunday, September 25, 2011

Download ebook naskah Skenario Marsingkam Free

Ebook terbaru dari Sigodang Pos kali ini adalah ebook naskah skenario yang berjudul Marsingkam. naskah Skenario ini merupakan pengembangan dari Cerita Rakyat Simalungun, yang tergabung dalam “Sastra Lisan Simalungun” yang diterbitkan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1986. dikembangkan oleh Ferdinaen Saragih.

Ebook bisa Sobat sebarkan secara bebas, dengan tujuan bukan komersial, dengan syarat tidak mengubah atribut penulis dan isi kandungan di dalamnya. Untuk mendownloadnya sobat tinggal klik link tautan di bawah ini.

Download Format WinRAR 149KB

Download Format Pdf 175KB

Selamat Menikmati. Semoga terinspirasi dan terhibur.

Puisi Chairil Anwar Penerimaan

Penerimaan
Chairil Anwar

Kalau kau mau kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati

Aku masih tetap sendiri

Kutahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi

Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani

Kalau kau mau kuterima kembali
Untukku sendiri tapi

Sedang dengan cermin aku enggan berbagi.
Maret 1943

Puisi Lainnya

Metafora

 Metafora

Rintihan-rintihan sajak mendemaga dipangkal hatiku
Mengalir memenuhi seluruh pundi-pundi kesedihan
Tersimpan selama berabad-abad lamanya
Hingga satu katapun tak terjawab olehnya

Mungkin oleh kekasihku
Ataupun pemerintahku

Seluruh metafora itu sudah berjamur
Berkarat lesu oleh pupusnya fakta
Semua hanya dijawab kesunyian
Malam, siang. Semua Bersamaku ikut mati Ferdinaen Saragih (2008: Bandung).

Puisi Lainnya

Penggunaan Bahasa dalam Imajinasi

Dalam perspektif orang awam imajinasi sering diposisikan dalam arti peyoratifnya. Imajinasi lantas disamakan dengan ilusi, khayalan, dan fantas, karena imajinasi mempunyai kecenderungan “menggelayut” dan tidak memberikan arahan real dalam identifikasi pengetahuan. Dengan begitu, imajinasi dinomorduakan dalam perannya sebagai sumber pengetahuan. Orang sering mengajak kita untuk berpikir realistis ketika kita mempunyai gagasan yang muluk-muluk. Allan Loy McGinnis, dalam sebuah buku best seller-nya, The Power of Optimism (1993) mengatakan bahwa anjuran untuk berpikir realistis sebenarnya menyembunyikan kekhawatiran-kekhawatiran tertentu. “Worry is misuse of imagination” (kekhawatiran adalah imajinasi yang disalahgunakan). Kekhawatiran yang berlebihan menimbulkan kecemasan. Soren Kierkegaard berpendapat bahwa kecemasan dapat terjadi akibat sikap yang memandang berlebihan atas bahaya, dan memandang rendah kemampuan kita.

Sekedar untuk membedakan, haruslah diketahui proses pemerolehan pengetahuan melalui imajinasi dengan melalui berpikir linear dan logis. Berpikir merupakan aktifitas penelusuran pengetahuan yang telah dibatasi dengan aturan-aturan atau konsep tertentu yang sifatnya membatasi, bahkan mengikat, misalnya anjuran berpikir lurus melalui hukum-hukum logika Aristotelian—dan adapun cara berpikir yang tidak mematuhi hukum-hukum logika tersebut dikatakan terjatuh dalam “sesat pikir” (the fallacy). Sedang dalam berimajinasi tidak lagi dibutuhan aturan berpikir runtut. Semua konsep kebenaran sementara waktu ditanggalkan dan ditangguhkan (Derrida menyebut proses ini sebagai differance) dan membebaskan pikiran untuk melakukan penelusuran tanpa batas guna mencari insight baru yang kedatangannya sering serentak-mendadak, sehingga pikiran sadar kita tidak dapat melacaknya lagi.

Walhasil, pemahaman tentang peran imajinasi dalam proses pengetahuan membawa banyak hal yang sering tak terduga. Terminologi imajinasi sendiri senantiasa terkait dengan pengertian “imaji”, “citra”, “kesan”. Tatkala Einstein menemukan rumus E=mc2 tidakkah dia mengimajikan variabel-variabel itu dalam pikirannya? Ketika Newton tiba-tiba menyadari teori gravitasinya karena melihat buah apel jatuh ke tanah, tidakkah dia men-citra-kan sesuatu dalam bayangannya? Imajinasi akan “imaji” sesungguhnya yang telah melahirkan kedua teori besar tersebut.

Disadari atau tidak, peran imajinasi begitu besar dalam melahirkan teori-teori agung di bidang ilmu pengetahuan. Ketika para ilmuwan sudah kehabisan ide untuk memecahkan suatu permasalahan—karena logika telah menunjukkan keterbatasan-keterbatasannya, terkadang imajinasi bebas mereka justru yang mempunyai peranan besar dalam pemecahan problem-problem keilmuan. Bahkan Einstein pernah mengatakan, ”imajinasi lebih penting daripada pengetahuan”. Imajinasi bergerak “liar” mencari insight-insight baru—kemudian memberikan petunjuk-petunjuk yang menyegarkan. (Perkuliahan)

Artikel Bahasa

Puisi Charil Anwar Karawang Bekasi

Karawang Bekasi
Charil Anwar

Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
Tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami
Terbayang kami maju dan berdegap hati?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa
Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu jiwa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan
Atau tidak untuk apa-apa
Kami tidak tahu, kami tidak bisa lagi berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang-kenanglah kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Syahrir
Kami sekarang mayat
Berilah kami arti
Berjagalah terus di garsi batas pernyataan dan impian
Kenang-kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi

Puisi Lainnya

Saturday, September 24, 2011

Download Ebook Antologi Puisi Cinta

Ebook gratis kali ini dari Sigodang Pos adalah ebook Antologi Puisi Cinta 2007-2008. Ebook ini terdiri dari 25 puisi Cinta yang ditulis oleh Ferdinaen Saragih antara tahun 2007 hingga 2008. Ebook ini bisa Sobat sebarkan lagi secara bebas, dengan tujuan bukan komersial, dengan syarat tidak mengubah atribut penulis dan isi kandungan di dalamnya. Untuk mendownloadnya sobat tinggal klik tautan di bawah ini.

Download Format WinRAR 177KB

Download Format Pdf 215KB

Selamat Menikmati. Semoga terinspirasi dan terhibur.

Ebook Gratis Lainnya

Kontes Seo Adira hingga Desember 2011

Kontes seo kali ini datangnya dari Adira. Adira adalah sebuah perusahaan asuransi dengan produk unggulan asuransi kendaraan bemotor. Kontes ini dimulai sejak 22 Agustus kemarin hingga 22 Desember 2011. Target kata kunci dalam kontes ini adalah “Adira Asuransi Kendaraan Terbaik Indonesia”

Hadiah Ranking Terbaik
Juara I
Rp.10.000.000,
Juara II
Rp.5.000.000,
Juara III
Rp.3.000.000,

Konten terbaik
Rp.5.000.000,
*Pajak hadiah di tanggung oleh pemenang.

Info lebih lengkap kunjungi:
asuransiadiraseofestive.com/peraturan

Artikel Terkait

Bingkisan Hujan

Bingkisan Hujan

hujan membukakan lama
tak kupunya
kehangatan mata diiklaskan dalam gerimis
selembut denting dia rebahkan
sebuah laut dalam mata yang kedinginan

hujan mengembalikan
yang lama hilang
melukis sebuah raga menawan
dari ombak
seelok angin di sela terik mentari

kubungkam keheningan
kuhancurkan wajah memudar
bersamanya menimbun gema
terbang layaknya sepasang kupu-kupu Ferdinaen Saragih (2009: Ruang Dunia).

Puisi Lainnya

Puisi untuk Perempuan

Perempuan

hatimu selalu saja kau selimuti
pada suasana gerah kemarau ini
aku kehausan menyelusuri bukit
lembah
lorong
yang kau beri api

menunggu pada musim
penghujan nanti
terlalu sulit buatku
melewati lumpur-lumpur mati
untuk menggapai puncakmu

perempuan
dengan jubah salju
akan kuterobos apimu
sebelum puncakmu
ditumbuhi ladang-ladang baru Ferdinaen Saragih (2009: Bandung).

Puisi Lainnya

Cerita Cinta Pada sebuah Puisi

Cerita cinta

Dalam lamunanku yang panjang, aku
Memikirkanmu seperti malam memikirkan bulan.
Membayangkan kisah kita
tak bisa bertahan
Seperti yang kita inginkan.
Tentu saja kita tidak akan memiliki
Sepasang anak laki-laki dan perempuan
Seperti dalam dongeng kita
Namun pertanyaan ini selalu mengecewakanku
Untuk apa kuteruskan hidup ?

Kita memang belum terlalu jauh berjalan dalam cinta ini
Hanya saja tujuan kita sama
Menuju bukit cinta
Namun kita tak pernah sampai ke tujuan
Karena kakimu dan kakiku
Selalu terikat pada sebuah persinggahan
Itulah keluarga,
Yang memasung kita pada senja yang berbeda Ferdinaen Saragih (2009: Ruang Dunia).

Puisi Lainnya

Kontes Seo Terbaru 2011 hingga Desember

Kontes Seo Kali ini datangnya dari distributor pulsa elektronik. kontes seo yang di selenggarakan bertujuan untuk mempromosikan server pulsa baru Era AutoRefill. Kontes terbuka untuk siapa saja. Bagi yang ingin mengikuti kontes ini wajib mengikuti peraturan-peraturan yang berlaku.

Nama Acara
Review tentang server pulsa era autorefill

Hadiah
juara 1 sebesar Rp.1.500.000
juara 2 pulsa Rp100.000
juara 3 pulsa Rp.50.000
juara 4-10 pulsa Rp.10.000

Waktu Pelaksanaan
Kontes dimulai tanggal 16 september 2011 jam 09.00 dan berakhir tanggal 15 desember 2011 jam 09.00. Pengumuman pemenang tanggal 18 desember 2011.

Penilaian
Pemenang adalah yang berada pada page 1 di google.co.id.

Info peraturan dan pendaftaran kunjungi:
netralreload.com/2011/09/kontes-seo-september-2011-era-auto.html

Artikel Terkait

Sehari Lalu

Sehari Lalu

sehari lalu kau datang penuhi mimpi
lalu kucoba menyalakannya dalam tungku hatiku
di kenyataan aku mencintaimu melebihi mimpiku
akupun menunggu hingga sehari lalu
sayang cahayamu telah hilang

jiwaku tak lagi menggumimu
sudah cukup sajakku mendongeng tentangmu.
Sehari lalu jawabmu hanya sunyi
lengang serupa batu, tak cukupkah waktu itu
kukerahkan mengetuk Pintumu Ferdinaen Saragih (2009: Setia Budhi).

Puisi Lainnya

Televisi dalam Puisi Anak

Televisi

Sebulan yang lalu ayah membelikanku televisi
Televisinya bagus
Mirip dengan televisi temanku bobi

Setiap hari aku bersamanya
Melihat orang dewasa beradegan cinta
Selebritis yang kawin-cerai
Acara kesukaan kakaku
Belum lagi adegan pembunuhan
Yang membuatku merinding ketakutan

Sudah lama aku menunggu,
Berharap ada teman sebayaku di sana
Tapi acaranya itu-itu saja
Membosankan

Kapan temanku kau pertunjukkan?
Sambil ketekan tombol off kuat-kuat

Tiga hari yang lalu ayahku menjualnya
Dan membelikanku sebuah sebuah buku
Yang bercerita tentang teman sebayaku Ferdinaen Saragih.

Puisi Lainnya

Friday, September 23, 2011

Download ebook naskah Skenario Langit Mendung

Inilah adalah ebook terbaru dari Sigodang Pos. Yaitu ebook naskah skenario yang berjudul Langit Mendung yang ditulis oleh Ferdinaen Saragih. Ebook bisa Sobat sebarkan lagi secara bebas, dengan tujuan bukan komersial, dengan syarat tidak mengubah atribut penulis dan isi kandungan di dalamnya. Untuk mendownloadnya sobat tinggal klik link tautan di bawah ini.

Download Format WinRAR 174KB

Download Format Pdf 207KB

Selamat Menikmati. Semoga terinspirasi dan terhibur.

Ebook Lainnya

Sajak Langit

Sajak Langit

belum terusik kabut hujan
di antara tuan-tuan telah menodai
langit yang hanya diam memberi

di depan langit telah menanti
sang nujum negeri seberang
menopang hujan di antara pesta dansa tuan-tuan

langit melengking
hujan bergemuruh diantara tawa
serupa keping uang di atap rumah

dapat tuan sesalikah
bila langit berlarian pulang
kerumah Bapanya, di antara masa kecilnya? Ferdinaen Saragih (2009: Ledeng).

Puisi Lainnya

Perbedaan penulisan Kritik Sastra di Jurnal dengan Majalah

Beberapa Perbedaan penulisan Kritik Sastra di Jurnal dengan Majalah sebagai berikut.

Format
Kritik sastra yang di tulis di majalah tidak mengikuti format yang ada, seperti pada petunjuk teknik penulisan ilmiah, sedangkan jika kita melihat tulisan kritik sastra yang di tulis pada jurnal, sudah jelas, bahwa tulisan kritik tersebut menerapkan petunjuk teknik penulisan ilmiah, yang langsung menuliskan susunannya, yang dimulai dari abstrak, pendahuluan, landasan teori, pembahasan, simpulan dan pustaka acuan, yang di tuliskan secara terpisah-pisah dan berurutan.

Bahasa yang digunakan
Pada kritik sastra yang dituliskan di majalah menggunakan bahasa ilmiah populer, hal ini berkaitan karena kritik ini di buat untuk suatu majalah yang pembacanya adalah kalangan umum, namun jika kita lihat tulisan kritik sastra yang di jurnal, terlihat jelas menggunakan bahasa baku yang dianggap benar secara ilmiah.

Panjang Tulisan
Kritik sastra untuk media, seperti halnya majalah, biasanya menggunakan tulisan yang dipadatkan, karena ruang dalam suatu media itu terbatas ruang tempatnya. berbeda dengan tulisan kritik sastra dengan yang di jurnal, yang dituliskan secara panjang lebar, sesuai dengan kemampuan penulisnya, tanpa dibatasi oleh ruang tempat menulisnya.

Eksplisit atau tidaknya pencantuman pendekatan
Mengenai eksplisit atau tidaknya pencantuman pendekatan, antara kritik sastra di sebuah majalah dengan kritik sastra yang di sebuah jurnal, sudah sangat jelas, bahwa di sebuah majalah umumnya menguraikan pendekatan tersebut secara intrinsik, seperti halnya kritik sastra yang pernah kita baca pada media masa, tetapi jika kita bandingkan pada sebuah jurnal, dituliskan secara ekstrinsik. (Perkuliahan)

Sastra Lainnya

Sebuah Puisi Anak Polusi Udara

Polusi Udara

Belum lagi terdengar kicawan burung pagi
Udara kota telah berubah menjadi hitam
Membuat sesak untuk bernafas

Kotaku tidak seperti dulu lagi
Udara telah tercemar di sini
Polusi telah bertebaran di seluruh penjuru

Dulu masih banyak pohon di sini
Tumbuh mengikuti alur jalan
Tapi, kini bisa dihitung dengan jari

Asap-asap kendaraan
Pabrik-pabrik, semakin hari kian bringas
Memenuhi udara di kota ini Ferdinaen Saragih.

Puisi Lainnya